Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap kasus eksploitasi dan penyebaran konten pornografi online yang melibatkan anak. Tiga orang tersangka diamankan dalam perkara itu.
Wadirtipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni menyebut, kasus itu berhasil diungkap pada bulan Oktober 2024 lalu. Adapun ketiga pelaku berinisial MS, S, dan SHP.
Ketiganya bekerja sama untuk mengelola grup aplikasi jejaring perpesanan, Telegram, bernama Meguru Sensei dan Acil Sunda yang berisi konten pornografi anak hingga sesama jenis. Apabila ingin masuk ke dalam grup tersebut, pelaku menetapkan tarif senilai Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu.
“Adapun untuk masuk bergabung menjadi member atau subscribe ke dalam grup tersebut tersangka mematok harga antara Rp 50.000 sampai dengan Rp 300.000,” terang Dani.
Dia menyebut beberapa konten porno yang ada di grup Telegram dengan melibatkan anak. Bahkan, disebutkan ada konten yang diperankan langsung oleh pelaku.
“Perlu diketahui bahwa saat ini member di grup telegram Meguru Sensei ini berjumlah 2.701 member. Sedangkan di Acil Sunda berjumlah 2.222 dan berisi 146 video yang diantaranya berisi adegan asusila dengan anak di bawah umur dan adegan asusila sesama jenis, atau sesama pria yang dibuat dan diperankan oleh tersangka,” sebutnya.
Dalam melakukan aksinya, sambung Dani, para pelaku saling membagi peran. MS berperan untuk mencari dan mengunduh video porno untuk disebarkan di grup Telegram Meguru Sensei. Sementara itu, S berperan menjadi pemeran dalam konten porno dan juga mencari anak yang dijadikan sebagai ‘lawan main’.
Peran yang sama juga dijalani oleh SHP. Konten porno yang dibuat S dan SHP disebarkan di grup Telegram Acil Sunda.
“Tersangka juga yang mencari talent serta beradegan asusila dengan anak di bawah umur dan merekamnya menjadi sebuah konten video asusila,” papar dia.
Menurut Dani, S dan SHP menawari anak di bawah umur bakal mendapat keuntungan besar apabila bersedia jadi lawan main. Namun demikian, ternyata mereka hanya memberikan uang senilai Rp 200 ribu.
“Dijanjikan akan mendapatkan bagian dari hasil video yang dijual. Namun pada kenyataannya korban anak di bawah umur hanya diberikan uang sebesar Rp 200.000,” imbuhnya.
Akibat perbuatannya, MS, S, dan SHP disangkakan dengan Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 52 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman 20 tahun penjara.